Uncategorized

Stasiun Karet Sepi

Di pinggir saya ada dua orang yang tengah duduk. Kami bertiga menunggu kereta jurusan Bogor. Kursi yang kami tempati sebetulnya cukup untuk diduduki 6 orang. Sebelah kiri saya seorang perempuan. Usianya kira-kira 23. Sebelah kanan saya seorang pria. Mungkin usianya 40.

Saya berencana berkunjung ke seseorang. Dia sudah mau sebulan tinggal di Depok. Katanya betah. Dia bekerja di Komunitas bambu. Sebuah percetakan buku khusus sejarah. Nabil namanya. Dia pacar saya. Pacar paling sabar sedunia.

Kereta jurusan Tanah Abang – Bogor berangkat jam 13.20. Saya sudah berada di stasiun Karet sejak pukul 12.45. Sabtu, hari ini penumpang cukup sepi. Mungkin hari libur. Mereka lagi pada istirahat di rumahnya masing-masing.

Uncategorized

Rumahku Sorgaku

Sedang duduk di beranda masjid samping rumah. Anak-anak kecil berlarian. Sebelum mereka masuk masjid untuk mengaji. Ini pemandangan yang saya rindukan sudah lama.

Mereka, yang sebagian saya kenal kini telah tumbuh dewasa. Bocah-bocah kecil yang lucu nan lugu.

Ibu, yang setiap hari berjualan jajanan di teras rumah tengah sibuk melayani salah satu mereka yang membeli.

Ya, ibu berjualan agar, kerupuk dan mie goreng. Dia sudah melakukannya bertahun-tahun. Pendapatan ibu dari hasil jualannya memang tidak terlalu besar, tapi entah kenapa dia setia dengan jualannya. Ibu, adalah salah satu wanita yang tidak suka berdiam diri tanpa aktivitas di rumah.

Belakangan, perasaan itu saya temui pada kekasihku, Nabilla. Dia beberapa kali mengoceh suka kesal sendiri jika tak ada aktivitas. Apalagi sendirian di kamar atau rumahnya.

“Masuk… Ada ibu,” teriak salah seorang bocah. Ibu yang dimaksud adalah guru mengaji. Yang setiap hari rajin membagi ilmu kepada anak-anak. Meski tidak dibayar sedikitpun. Atau digaji sekecil apapun.

Rumahku, yang berdampingan dengan masjid Istiqomah. Semoga mendapatkan berkah yang melimpah. Rumahku semoga jadi sorgaku.

Uncategorized

Menunggu Dua Jam

Saya sedang berada di Depok. Di kosan kekasihku Nabilla. Hari ini kebetulan saya sudah membereskan tugas mingguan saya. Dan tak ada agenda liputan.

Sebelumnya, saya izin pada dia untuk datang ke kosannya. Dia membolehkan saya datang. Tanpa banyak pikir, saya langsung berangkat ke Depok dengan membawa magic com pesanan dia.

“Tapi aku pulang kerja jam 5,” katanya.
“Gak apa-apa aku nunggu saja,” jawab saya.

Saya berangkat dari Jakarta naik KRL dari stasiun Karet menuju Depok Baru. Perjalanan hampir memakan waktu setengah jam.

Sesampai di Depok, saya mampir dulu ke warteg. Makan siang. Memilih menu tumis kentang, gorengan dan urab daun pepaya. Dan kerupuk sebagai penambah kriuk.

Hingga akhirnya sampai di kosan sekitar pukul tiga sore. Saya menunggu di teras kosan. Tempatnya cukup nyaman. Bangunannya sepertinya baru. Dan murah. Sekitar Rp550.000 per bulan. Kekasih saya beruntung.

Menunggu selama dua jam ternyata terasa lama juga. Saya sempat ketiduran. Dan memilih untuk masuk menunggu di sofa. Sambil mendengarkan mp3 di gadjet saya benar-benar hampir tertidur.

Setelah terbangun, jam sudah menunjukan pukul lima lebih. Tetapi Nabilla belum juga datang. Mungkin dia masih di perjalanan. Naik angkot. Mungkin juga dihadang macet.

Saya memilih untuk membakar rokok untuk membuang bete. Kembali ke teras depan sembari melihat ayam peliharaan penjaga kosan.

Dan tiba-tiba, eh kekasihku datang. Dia memakai kerudung merah. Sweater abu. Dan…. Wow pake jeans. Hmm…. Dia hanya tersenyum malu-malu. “Gimana A rasanya menunggu dua jam,” katanya.

Uncategorized

Saya curiga Ada Pengamen Pura-pura Hamil

Nongkrong di Taman Ismail Marzuki (TIM), tepatnya di gerbang masuk, saya sengaja duduk santai mencari tempat duduk. Saya dibuat pusing ketika banyak pedagang menyediakan aneka makanan. Di sana berjejer gerobak yang menyajikan beragam nasi goreng. Saya tahu, tidak ada nasgor seenak buatan para pedagang di Bandung.

Sepertinya, para pedagang di TIM tidak pandai mengolah racikan bumbu nasgor. Hasilnya tidak enak di lidah. Kalau tidak lapar, saya mungkin tidak akan menghabiskan nasgor yang saya beli. Harganya pun cukup tinggi. 10.000 – Rp12.000 untuk sepiring nasgor biasa.

Tentu saja, banyak anak muda yang juga nongkrong. Mereka sepertinya kalangan mahasiswa atau seniman, bahkan seolah-olah seniman. Yang lebih menarik lagi. Hampir setiap 5 menit, datang para pengamen.

Saya barusan hampir menemukan 3 pengamen yang datang ke tempat lesehan saya makan. Pertama, satu 1 orang pengamen bernyanyi membawakan lagu Republik, Sandiwara Cinta. Kedua, 3 orang anak kecil bermain ukulele dan terakhir seperti satu keluarga. Menariknya lagi. Pengamen yang ketiga tampak seorang ibu hamil dan membawa anak kecil. Sementara si pria, yang memegang gitar, yang saya duga suaminya bertugas sebagai pemain gitar. Si ibu yang hamil itu bernyanyi dan si anak kecil bagian yang mengambil uang.

Saya sedikit mengamati bentuk si ibu yang hamil. Saya curiga ketika saya lihat perut hamilnya yang seolah palsu. Ada beberapa bagian yang tidak lazim dari perut si ibu. Yakni kerutan pada perut buncitnya. Seolah badan hamilnya dibuat-buat.

Ini bukan kali pertama saya menemukan pengamen yang tengah hamil. Beberapa kesempatan saya juga pernah melihat pengamen seorang ibu hamil beserta suaminya. Dalam hati, saya bilang ini modus terbaru pengamen yang sengaja membuat orang kasihan padanya.

Dan memang ternyata manjur. Beberapa orang yang makan di TIM bahkan rela merogoh kocek memberikan uang pada pengamen pura-pura hamil itu dibandingkan kepada pengamen lain. Ah ini benar-benar modus. Saya, kamu dan kalian harus hati-hati dengan akal-akalan pengamen seperti ini.

Uncategorized

Menikmati Koran Minggu

Menikmati hari Minggu sambil membaca koran Kompas dan Tempo adalah menikmati hidup. Berteman dengan sebotol Sprite dan Djarum Super MLD, saya dia di beranda kamar kosan.

Nyanyian Ebiet G Ade dari rumah tangga seakan menambah hari ini begitu intim buatku. Kebetulan, teman-teman kosan entah pergi ke mana.

Saya sekarang tinggal di sebuah kamar kos milik Pak Jun di kawasan Karet Tengsin Jakarta Pusat. Satu bulan saya harus merogoh kocek Rp650.000. Cukup mahal memang. Tapi lumayan nyaman meski tak ada pentilasi di kamar kosku ini.

Setiap hari Minggu, saya selalu menyempatkan membeli koran. Karena konten di koran Minggu menurutku lebih beradab dan berguna dibandingkan berita-berita harian yang menjemukan, penuh rekayasa dan gombal.

Menikmati koran Minggu memang saya pilih rubrik santai, cerpen dan puisi saja. Tapi kebanyak tulisan fiksi di sini lebih menentramkan jiwa dan pikiran saya. Maka tak heran jika setelah membaca koran Minggu, baik Kompas, Tempo, Pikiran Rakyat, Media Indonesia bisa membuat segar otak dan tubuh ini. Sedikit lebay memang. Tapi ini nyata.

Uncategorized

5 October, 2013 20:06

Beberapa hari lalu, kekasihku sudah menempati Depok. Ia tinggal di sana. Bekerja pada sebuah penerbitan buku-buku sejarah milik sejarawan JJ Rizal. Tampaknya ia senang. Tugasnya mungkin tak terlalu berat. Hanya memposting promosi buku terbitan Komunitas Bambu via twitter.

Saya kebetulan membantu ia pindah. Kamarnya nyaman. Cukup sejuk karena banyak pepohonan di sekitarnya. Cukup murah juga. Hanya sekitar Rp550.000 per bulan. Bangunannya baru. Dan cukup bersih.

Nabilla, kekasihku kini cukup dekat dengan tempatku di Jakarta. Mungkin ini bisa menjadikan aku dan dia bisa intens bertemu. Sebelumnya, saat ia kos di Bandung, mungkin frekuensi pertemuanku hampir setiap bulan. Saya rasa, dia tak kuat dengan kondisi seperti itu. Saya pun demikian, mesti kadang suka jaim tidak memperlihatkan kekangenan yang kuat.

Kini, katanya, ia harus mudik dulu ke Sukabumi. Tempat orangtuanya. Padahal ini malam Minggu. Saya ingin menghabiskan waktu dengannya. Di sebuah tempat yang tak saya kenali. Entah di mana. Mungkin bisa mencari wahana atau tempat wisata sekedar untuk membunuh waktu dan sumpeknya aktifitas kerja. Sayang sekali dia tak ada.

Malam Minggu ini, saya hanya diam di kosan. Dan tumben, tertidur saat waktu masih jam 7 malam. Dan tiba-tiba terbangun pada jam 9 malam. Ujung-ujungnya susah tidur hingga pagi buta.

Love you…